Jumat, 02 November 2012

contoh liturgi HKBP PARSAORAN NAULI


Liturgi 1 : “Penciptaan”
Liturgi I A: Kejadian 1 : 1
1.      Natanael Silaen
2.      Elida Sinaga
3.      Ruth Tampubolon
4.      Yolanda Simbolon
5.      Agnes Simbolon
6.      Siska Siahaan
7.      Advenia Nainggolan
8.      Nadia Nainggolan
9.      Revan Nainggolan

Liturgi I B
Prolog :  Pada mulanya bumi itu kosong dan gelaaap sekali, sama seperti malam waktu tidak ada bulan dan bintang. Lampu satupun tak ada yang menyala.karena gelapnya, kita tidak dapat melihat apapun. Begitulah Bumi pada mulanya.
1. Sonia Ambarita: Allah berfirman, jadilah terang! Maka terang itu jadilah
2. Ferry Sitorus: Allah menamai terang itu siang dan gelap itu dinamaiNya malam
3.  Andre Pakpahan: Lihatlah, Allah juga membuat langit biru yang sangat indah.
4. Imelda Siahaan: Siapakah yang membuat pohon – pohon Hijau, Bunga-bunga yang indah merekah?
5. Rachel Nainggolan: Begitu Juga dengan Laut biru yang menghampar luas dan Indah, Siapa sih yang membuatnya?
6. Paulus Ambarita: Siapa juga yang membuat Matahari yang bersinar Terang??
7. Putra Sihombing: Kalau yang membuat Bintang yang gemerlapan dan Bulan yang bercahaya dimalam hari, Siapa sih???
8. Elsa Sinaga: Gajah,Kelinci,Burung di udara, dan semua binatang itu sih Allah yang membuat!
9. Hanni Batubara: Lalu siapa Dong yang menciptakan aku,kamu, papa, mama, dan semua orang dimuka Bumi??
10. Tita Rajaguk-guk: Itu semua pasti Allah yang menciptakan dan Allah senang melihat semua yang telah dibuatnya itu, Lalu Ia pun beristirahat.


Liturgi II : “Manusia Berdosa dan Akibat dosa”
Prolog : Wah….. indah sekali semua ciptaan Allah. Allah juga memberi nama manusia yang pertama yaitu Adam dan Hawa, dan mereka tinggal disebuah taman yang bernama Eden. Tetapi Adam dan Hawa NAKAL mereka tidak menurut kepada Allah, mereka melawan Allah.
1.Leo Ambarita: Ular,adalah binatang yang jahat, mengerikan, dan suka menyerang manusia.
2. Lexa Simbolon: Suatu Hari Iblis masuk kedalam ular dan membujuk Hawa melawan Allah.
3.  Enjel Pakpahan: Hawa menurut kepada Iblis,begitu juga dengan Adam.
4. Ramot Manurung: Mereka memakan buah yang di larang Allah.
5. Dio Simanjuntak: Allah sangat sedih karena Adam dan Hawa tidak menurut perintahNya,maka Allah mengusir mereka dari Taman yang indah itu.
6. Eko Simbolon: Sejak itu semua manusia jadi berdosa dan hidupnya susah.
Liturgi III : “Janji Allah”
Prolog : Waktu manusia itu berdosa , Allah berjanji bahwa Ia akan tetap mengasihi kita. Allah berjanji akan ada seorang Penebus yang akan mengalahkan Iblis. Beginilaj bunyi janji itu.
1. Nona Nainggolan: Orang- orang yang ada dalam kegelapan baginya telah diberikan terang yang besar.
2. Wilson Ambarita: Seorang anak laki-laki telah lahir untuk kita dan segala kuasa ada padaNya.
3. Grace Situmorang: Dia akan disebut Penasehat Ajaib, Allah Yang Perkasa, Bapa Yang Kekal dan Raja Damai.
4. Ivo Sitorus: Ia yang memberi damai sejahtera selamanya dan akan memerintah diatas Tahta Daud.
5. Repaldo Manurung: Ia berkuasa atas KerajaanNya dan memimpin dengan Adil, dan jujur sampai selama-lamanya.
6. Trivena Silaen: Ia akan lahir dikota kecil Betlehem dari sana akan datang seseorang yang memerintah Israel.
7. Gabriel Nainggolan: Ia kelak akan seperti seorang gembala.
8. Juanda Napitupulu: Ia akan melindungi dombaNya dengan kekuatan Tuhan.
9. Dani Simbolon: Ia akan berkuasa atas nama Tuhan! RakyatNya akan bahagia, Aman dan Sejahtera.
10. Lusi Ambarita: Kekuasaan dan kebesaranNya akan tersebar sampai keujung Bumi dan Ia akan membawa damai.
Liturgi IV : “Kelahiran Yesus”
Prolog : Tibalah saat yang dinantikan itu. Allah akan memberikan seseorang untuk menolong kita yang berdosa dan semua isi dunia ini. Orang itu akan disebut Kristus, Dialah Juruselamat Dunia.
1. Nanang Ambarita: Pada suatu malam ketika semua orang sudah tidur, dipadang dekat Betlehem ada beberapa gembala yang belum tidur.
2. Anugrah Sihombing: Tiba-tiba sekeliling mereka ada cahaya terang sekali. Mereka kaget dan takut, mereka melihat seorang Malaikat.
3. Freddy Ambarita: Malaikat itu berkata, “Jangan Takut! Aku Membawa kabar baik bagimu: Telah lahir seorang Juruselamat di Betlehem”.
4. Yessi Simbolon: Kemudian Gembala-gembala itu melihat banyak sekali Malaikat yang bergembira.
5. Jul Kifli Sitorus: Semua menyanyi, “Kemuliaan di tempat yang Maha tinggi, Damai Sejahtera di bumi”.
6. Sabam Batubara: Lalu para Gembala itu pergi ke Betlehem untuk melihat Juruslamat yang baru lahr itu.
7. Gagarin Simanjuntak: gembala melihat Bayi dalam palungan, lalu serentak memuji Tuhan.
8. Yessi Napitupulu: Bumi dan surga bersorak sorai menyambut kelahiranNya, Bumi dan Surga penuh kemuliaanNya.
9. Febri Sinaga : Nama Bayi itu ialah Yesus, Dialah juruslamat yang dijanjikan Allah.
10. Ernesto Sihombing : Malam ini Yesus telah lahir di Kandang Domba dikota Betlehem. Yesus lahir dihatiku, Yesus lahir dihatimu.

Liturgi V : “Hidup Baru “
Prolog : Nah Adik-adik …. Yesus telah lahir . Seperti orang Majus yang datang menyembah Tuhan Yesus dengan membawa hadiah-hadiah yang sangat indah, lalu Hadiah apa yang akan adik-adik berikan di hari Ulang Tahun Tuhan Yesus ini?.
1.Melda Sihombing: Saya membawa Tabungan saya dan akan diberikan untuk menolong orang yang sedang kesusahan.
2. Hasan Siregar: Hadiah yang saya bawa adalah bahan-bahan makanan bagi teman-teman yang membutuhkan.
3. Sella Rajagukguk: Kalau hadiah yang saya bawa yaitu sikap saya untuk tidak melawan papa dan mama, kakak dan abang dan semua orang.
4. Albiner Sitanggang: Hadiah yang akan saya persembahkan berupa janji saya untuk semakin rajin Sekolah Minggu, rajin berdoa dan menghormati Guru Sekolah Minggu.
5. Debora Silaen: kalau saya membawa janji untuk lebih rajin belajar,menghormati Guru disekolah, dan menyayangi teman.
6. Riko: Tuhan Yesus pasti senang kalau saya berikan Hati saya untuk tidak lagi berbohong,mencuri ,menyontek dan bertengkar.
7. Apri Rumapea: Waah…. Tuhan Yesus pasti senang sekali dengan hadiah-hadiah yang kita bawa itu, mari kita persembahkan dengan hati yang gembira.
8. Flantius Sitorus: Masuklah melalui pintu gerbangNya dengan nyanyian syukur,kedalam pelataranNya dengan pujian, bersyukurlah kepadaNya dan pujilah namaNya.
9. Kristina Sitorus: Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada namaNya yang Kudus kita percaya.
10.Melan Sitorus/Winda Pakpahan: Kasih setiaMu ya Tuhan, kiranya menyertai kami, seperti kami berharap kepadaMu.


kebudayann



      Culture We The displaced


A problem in the field of culture are still urging our understanding is why the culture of Indonesia since the 1980's is in a less encouraging, he was increasingly displaced, evicted, and was knocked out of the center and summit of our attention and bustle of everyday life. This is not a new problem, and the talk was already crowded in the early 1980's, but each one is questioning what must now be noticed in a culture of Indonesia, I tend to point out is no longer concerned with culture as the most important problems.

The culture of the area as a buffer to meet the national culture emerged in many cities as if our culture is in the face of setbacks though still important cultural expert. An expert on the culture of the pre-New Order might like a Iwan Fals, Abdurrahman Wahid, or Admiral Soedomo. In the 1970's people have been complaining about the culture, but at that time there was a frenzy of debate and competition are not many left. So far it still needs to be on the question of the sense of insight into the archipelago that is sometimes still covered by regional and cultural chauvinism in recent history will be re-tinted as when the wake and the renaissance period in continental western aufklarung three centuries ago. If the increasing globalization terasanya advanced industrial civilization, which rely on materialism and consumerism brought plague, pengusuran inevitably occur. Many cultures joints left.
Import, Foreign and Modern
Among the problems, among others concerning our understanding of culture in general, especially the culture of Indonesia or National, regional cultures and unfamiliar role of religion, science, culture, and even, to a lesser issues such as problem reading and so on. Drs HM. Idham said, that what we are feeling right now is a condition in which the nation is now in a very large current limiting (marginalization). We can see firsthand how the farmer collapsed, local fruit displaced by imported fruit, our culture was eliminated by foreign cultures, in the case of culture, we see clearly how children bewitched by foreign films in the middle of our inability to see the movie for the children we. In the map of modern society that upholds pragmatic culture, cultural values
​​that uphold keselarsan (harmony), tend to be eliminated. Therefore, the cultural values ​​that are less relevant in view of the life of modern society.
Problem merampingnya Indonesian culture lately a conversation among artists and cultural. That means that the actual artists and cultural realities and not react to problems that arise, but they just react and respond to issues that reality.

Government officials have competition with traditional art that lifted the country's image in the eyes of the world and pencaturan International, still standing by the agreement (convention) long, state and country officials only enables arts Indonesia for practical purposes, because the starting point and his view that the arts are at the limit traditional and modern rituals are instruments. It did not require attention in large portions, similar to other sectors of life would not allotted to culture ranangan only 2.7 percent of the State Budget (Budget) on the latest news.
Culture is still considered an instrument that serves practical, eg for the purpose of wayfaring (tourism) for increasing source of foreign exchange, the artists develop cultural ethos are still grappling with many stakeholders towards the improvement of Indonesian art in the future. Raudal Tanjung Banua said that the level of culture with the possibility of cultural nationalism was not overly extracted, even tends dinibsikan. However, from the current project mengotamakan nationalism of the country, the nations into mere tribal custody. Compiled a cultural space a more spacious been removed, for the sake of political will. Need to understand the position we discussed the displacement of culture as a social institution. it does not talk about the culture detail.bukan also cultural values. It should be emphasized because it talks about the social role of cultural displacement is often mistakenly understood as a criticism or accusation against the social culture. As if this phenomenon I think is the fault of the humanists.

Misconceptions like that, the result of the dominance of the romance tradition are not emphasize individual aspects of cultural and value. Ignoring culture as a social institution. mention the fate of cultural institutions regarded as a personal attack against the humanists. As a result, narrow-minded humanists deny the occurrence of the symptoms of stunting and displacement of culture in development. Feeling attacked, they defend themselves and defend the status quo, saying the culture right now, if there is a negative assessment of the development of culture, then it is considered as a failure or stupidity cultural critics who do not understand the culture.
Model this context, we show how new ways of understanding the paradigama postrukturalisme, involving as other disciplines, which gave birth to the understanding of cultures and nuances of Islamic and cling to religion itself. Dynamic conditions of Indonesian society as a result of the relationship between religion and culture. Research and cultural studies need to be emphasized in order to contribute positively in order to reveal the social background, specifically those in Indonesia, so that the religion and culture really has meaning for the lu


   Kebudayaan Kita Semakin Tergusur

Sebuah persoalan dalam bidang budaya yang masih mendesak pemahaman kita ialah mengapa kebudayaan Indonesia sejak tahun 1980-an berada dalam keadaan kurang mengembirakan, ia semakin tergeser, tergusur, dan tersingkir dari pusat dan puncak perhatian dan kesibukan kita sehari-hari. Ini memang bukan persoalan baru, dan memang sudah ramai di perbincangkan pada awal 1980-an, tapi setiap ada yang mempertanyakan apa yang saat ini harus di perhatikan dalam sebuah kebudayaan Indonesia, saya cenderung menunjuk pada tidak lagi mementingkan kebudayaan sebagai problematika terpenting.


Musim temu budaya daerah sebagai penyangga budaya nasional bermunculan diberbagai kota seakan-akan budaya kita pada masa ini menghadapi kemunduran biarpun seorang pakar budaya masih penting. Seorang pakar budaya pada masa pra-Orde baru mungkin seperti seorang Iwan Fals, Abdurrahman Wahid, atau Laksamana Soedomo. Pada tahun 1970-an orang sudah mengeluh tentang kebudayaan, tapi pada waktu itu masih ada hiruk-pikuk perdebatan dan persaingan yang tak banyak tersisa. Sejauh itu masih ada yang perlu di pertanyakan terhadap kesadaran akan wawasan Nusantara yang kadang masih diselimuti oleh chauvinis kedaerahan dan kebudayaan yang pada akhir-akhir ini akan kembali berona sejarah seperti ketika berkecamuknya masa renaisance dan aufklarung di benua barat tiga abad yang lalu. Apabila dengan kian terasanya arus globalisasi peradaban masyarakat industri maju, yang mengandalkan materialisme dan membawa wabah konsumerisme, pengusuran mau tak mau pasti terjadi. Banyak sendi budaya yang ditinggalkan.
Impor, Asing dan Modern
Diantara masalah itu, antara lain mengenai pemahaman kita tentang kebudayaan secara umum, khususnya kebudayaan Indonesia atau Nasional, kebudayaan -kebudayaan daerah dan asing peranan agama, ilmu pengetahuan budaya, bahkan, sampai pada masalah yang lebih kecil seperti, masalah minat baca dan sebagainya. Drs HM. Idham Samawi mengatakan, bahwa apa yang kita rasakan saat ini adalah sebuah kondisi di mana bangsa dan negara saat ini berada dalam suatu arus yang sangat besar yang membatasi (marjinalisasi). Kita dapat melihat secara langsung bagaimana petani terpuruk, buah lokal digusur oleh buah impor, kebudayaan kita tersingkir oleh kebudayaan asing, dalam kasus kebudayaan, kita melihat dengan jelas bagaimana anak-anak disihir oleh film-film asing ditengah ketidakmampuan kita melihat film bagi anak-anak kita. Dalam peta kehidupan masyarakat modern yang menjunjung tinggi budaya pragmatis, nilai- nilai kebudayaan yang menjunjung tinggi keselarsan (harmoni), cenderung tersingkir. Sebab, nilai- nilai kebudayaan itu di pandang kurang relevan dengan kehidupan masyarakat modern.
Masalah merampingnya kebudayaan Indonesia akhir-akhir ini menjadi perbincangan di kalangan seniman dan budayawan. Hal itu berarti bahwa sebenarnya kalangan seniman dan budayawan bukan bereaksi menghadapi realitas dan masalah yang timbul, melainkan mereka sekedar bereaksi menanggapi masalah dan realitas itu.


Pejabat pemerintah yang punya kompetisi dengan kesenian tradisional supaya citra negara terangkat dimata dunia dan pencaturan International, masih berdiri dengan perjanjian (konvensi) lama, negara dan pejabat negera hanya memfungsikan kesenian Indonesia untuk kepentingan praktis, karena titik tolak pandangan dan sikapnya masih pada batas bahwa kesenian tradisional dan modern adalah instrumen kegiatan ritual. Hal itu tidak membutuhkan perhatian dalam porsi yang besar, yang sama dengan sektor-sektor kehidupan lain tidakkah jatah untuk kebudayaan hanya 2,7 persen dari ranangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) pada berita terakhir.
Kebudayaan masih dianggap instrumen yang berfungsi praktis, umpamanya untuk tujuan pelancongan (turisme) bagi peningkatan sumber devisa negara, para seniman yang mengembangkan etos kebudayaan masih bergulat dengan banyak pihak kearah perbaikan kesenian Indonesia di masa depan. Raudal Tanjung Banua mengatakan, bahwa tataran kebudayaan dengan kemungkinan nasionalisme kebudayaan tidak terlalu digali, bahkan cendrung dinibsikan. Akan tetapi dari proyek nasionalisme yang mengotamakan arus negara itu, bangsa-bangsa diringkus menjadi sekedar suku bangsa. Disusun sebuah ruang kebudayaan yang lebih lapang telah dihilangkan, demi kemauan politis. Perlu di pahami kita memperbincangkan tergusurnya kedudukan kebudayaan sebagai suatu pranata sosial. itu tidak membicarakan budaya secara detail.bukan juga nilai budaya masyarakat. Ini perlu ditekankan karena perbincangan tentang tergusurnya peran sosial budaya sering di pahami secara keliru sebagai kritik atau tuduhan terhadap sosial budaya. Seakan- akan gejala ini saya kira merupakan kesalahan pihak budayawan.


Kesalahpahaman seperti itu, merupakan akibat dominasi tradisi romantisme yang terlalu menekankan aspek individual budayawan dan nilainya. Mengabaikan kebudayaan sebagai pranata sosial. menyebut nasib pranata kebudayaan dianggap sebagai serangan pribadi terhadap para budayawan. Akibatnya, budayawan yang berwawasan sempit menyangkal terjadinya gejala pengerdilan dan penggusuran kebudayaan dalam pembangunan. Karena merasa di serang, mereka membela diri dan membela status quo dengan mengatakan kebudayaan sekarang baik- baik saja, kalau ada penilaian yang negatif atas perkembangan budaya, maka itu di anggap sebagai kegagalan atau ketololan para kritikus budaya yang kurang paham kepada kebudayaan.
Model hubungan inilah, kita menampilkan cara-cara pemahaman yang baru sebagai paradigama postrukturalisme, dengan melibatkan sebagai disiplin yang lain, yang kemudian melahirkan pemahaman kebudayaan-kebudayaan yang bernuansa Islami dan berpegang teguh pada agama itu sendiri. Kondisi masyarakat Indonesia yang dinamis sebagai akibat hubungan antara agama dan kebudayaan. Penelitian dan studi kultural perlu ditekankan untuk dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka mengungkapkan latar belakang sosial khususnya yang ada di Indonesia, sehingga agama dan kebudayaan benar-benar memiliki arti bagi masyarakat luas.